IDOL
MY LOVE
Aku
menjinjing satu kantong belanjaanku dan berjalan keluar dari supermarket. Aku
berjalan menyusuri jalanan kota Seoul menuju rumahku. Meskipun penerangan
minim, aku masih bisa melihat apa pun dengan jelas oleh mataku. Ku tengok kanan
dan kiri jalanan itu sepi. Yah, disekitaran rumahku jika sudah hampir tengah
malam jalanan memang sepi. Aku berhenti sejenak untuk memakai kupluk jaketku
lalu menaikkan restsleting jaketku. Dingin. Baru dua langkah aku berjalan,
tiba-tiba saja ada seseorang yang menabrakku.
Bruk!
Aku
tersungkur ke jalan dengan posisi kaki menekuk membentur jalan dengan tangan
sebagai tumpuan. Untung saja belanjaanku tidak berserakan.
"Aww..."
desisku seraya memperbaiki posisiku menjadi duduk. "Kalau jalan liat-liat
dong!" ujarku kesal sambil mengusap kedua lututku yang terluka akibat
terbentur jalan. Aku mencoba berdiri namun entah kenapa lututku begitu lemas.
Aku jatuh terduduk di jalan.
Lelaki
itu tidak mengatakan apa pun. Ia hanya sibuk menoleh ke segala arah. Karena
pencahayaan yang minim, dan juga ia mengenakan masker, aku jadi tidak bisa
melihat wajahnya. Sedetik kemudian, ia membantuku berdiri.
"Maaf. Rumahmu
dimana? Biar aku antar." Katanya sambil merangkulku dan membopongku.
"Aw..." aku
merasakan sakit di lututku. "Rumahku tidak jauh dari sini. Kau hanya perlu
berjalan lurus." kataku terbata-bata. Lelaki itu tidak menjawab.
Dengan
cekatan ia membawaku sampai rumahku. Aku menekan beberapa tombol di gagang
pintu rumahku setelah itu membukanya. Lelaki itu menuntunku hingga ke dalam
rumahku.
"Kotak P3K
dimana?" katanya sambil mendudukiku di sofa. Aku memberitahunya letak
kotak P3K. Lelaki itu berjalan menuju stopkontak untuk menyalakan lampu.
Beberapa saat kemudian dengan lembut lelaki itu mengobati lututku yang
berdarah. Ku rasakan perih ketika alkohol bersatu dilukaku. Aku mengernyitkan
dahi menahan sakit. Lelaki itu malah menatapku sejenak lalu membalut lukaku
dengan plester.
"Maaf untuk tadi.
Tapi bisakah aku menumpang di rumahmu hanya untuk malam ini saja?" ujarnya
sambil menaruh kotak P3K di tempatnya. Lelaki itu duduk di sampingku dan
membuka maskernya membuatku terkejut. Jeon Jung Kook. Jeon Jung Kook adalah
penyanyi terkenal di Korea yang tergabung dalam group boyband BTS. Siapa pun
akan mengenalinya.
Ya
Tuhan.... Apa aku sedang bermimpi sekarang? Di depanku, tepat di depanku ada
seorang penyanyi terkenal yang aku idam-idamkan selama ini. Sungguh malam ini
adalah malam yang mengejutkan. Biasanya aku hanya bisa melihatnya dalam
televisi saja, tapi sekarang? Dia berada tepat di hadapanku.
"Hei! Apa kau
mendengarkan ku?" katanya sambil melambaikan tangannya di depan wajahku.
Aku mengerjap dan
tersadar. "Eh.. Iya, iya, boleh. Tapi hanya untuk malam ini saja."
"Hmm.. Baiklah.
Malam ini saja." Jungkook melemparkan pandangannya ke seluruh ruangan lalu
beranjak dari duduknya.
"Apa kau ada kamar
lebih?" tanyanya seraya mengambil remot tv dan menekan tombolnya
menyalakan tv.
"Enggak ada. Aku
di sini tinggal sendiri. Kau tidur di sofa, nggak apa-apa kan?" aku
beranjak dari sofa mencoba melangkah menuju kamarku. Belum sempat melangkah,
Jungkook menggendongku di depan. Aku memekik terkejut.
"Apa yang lakukan
Jungkook-ssi!" aku meronta meminta diturunkan namun tangannya begitu kuat
hingga tubuhku tak bisa sedikitpun lepas darinya.
"Dimana kamarmu?
Kau tak bisa berjalan, mungkin besok kau baru sampai kamarmu jika jalanmu
tertatih." Jungkook membawaku ke kamarku. Padahal aku tidak memberitahunya
dimana kamarku. Ia menyalakan lampu kamar tanpa menurunkanku dari gendongannya.
"Wahh banyak foto ku yaa!" ujarnya dengan wajah berbinar. Jungkook
menurunkanku perlahan.
Siaalll! Umpatku dalam
hati. Aku lupa bahwa aku fans beratnya dia. Aku lupa bahwa di kamarku ada foto,
poster, dan segala hal tentang BTS termasuk dirinya. Aku sedikit menunduk dan
menutup wajaku dengan satu tangan karena malu.
"Kau fans beratku?
Banyak sekali foto-fotoku. Bahkan lebih banyak fotoku daripada foto
groupku." katanya sambil berkeliling kamarku. Aku berjalan tertatih menuju
kasurku tanpa berniat menjawab apa yang ia katakan. Aku merebahkan tubuhku dan
menarik selimutku.
"Jika kau sudah
puas memandangi kamarku silakan keluar, dan tolong matikan lampunya. Aku tidak
bisa tidur jika lampunya menyala." ujarku menutup mataku agar aku tidak
melihat Jungkook karena malu.
Aku
membuka mataku ketika lampu kamar sudah dimatikan olehnya. Aku melihat Jungkook
masih berada di ambang pintu kamar. Tampaknya ia sedang melihat ke arahku
menunggu sesuatu.
"Aku, Wina.
Sekarang, bisakah kau keluar dari kamarku Jeon Jung Kook-ssi?" kataku.
Lelaki itu mengucapkan selamat malam kepadaku lalu keluar dan menutup pintu
kamarku.
Ah,
sepertinya aku akan bermimpi indah malam ini karena aku bertemu dan bahkan
serumah dengan idolaku. Akan tetapi, mengapa ia di tengah malam begini
berlari-lari hingga menabrakku lalu meminta untuk menumpang di rumahku dan
bukannya segera pulang ke dormnya? Pasti ada sesuatu yang tidak di ketahui oleh
publik.
~~~~
Sinar matahari menebus celah-celah jendela
kamarku. Aku mengerjapkan mataku lalu beranjak dari kasur. Aw.. Lututku masih
terasa sakit. Aku berjalan perlahan menuju ruang tamu. Ketika sampai di ruang
tamu, aku melihat Jungkko masih tertidur pulas. Karena tak ingin mengganggu
tidurnya, aku memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku
dan bersiap untuk berangkat ke kampus.
"Kau mau
kemana?" tanya dengan suara parau khas orang baru bangun tidur.
"Aku mau kuliah.
Aku tidak punya pakaian cowok, karena aku tinggal sendiri di sini. Jika
kau ingin makan, ada beberapa mie di lemari makanan. Jika kau ingin minum, kau
ambil saja sendiri di kulkas. Jika kau keluar dari rumahku, kau tidak akan bisa
masuk kecuali bersamaku. Karena kau pasti tidak tahu kode rumahku." ujarku
panjang lebar.
Jungkook beranjak dari
sofa, berjalan menuju kulkas, mengambil botol mineral lalu meneguknya hingga
botol itu kosong tak terisa. "Kau ini bawel sekali. Mendengarmu berbucara
membuatku haus." ejeknya sambil tersenyum miring. Aku ingin melontarkan
kata-kata lagi untuknya namun aku memilih diam segera berangkat ke kampus.
Entah
kenapa otakku tak mau fokus pada mata kuliah hari ini. Otakku terus menerus
memikirkan Jungkook yang berada di rumahku, sendirian. Ia sudah makan atau
belum? Apakah Jungkook sudah pergi dari rumahku? Siall! Memikirkan itu
membuatku gila sendiri. Aku menaiki bus ke arah rumahku. Persetan dengan mata
kuliah hari ini.
Aku
kuliah di Universitas Seoul dengan beasiswa. Aku tidak terlalu pintar. Mungkin
karena keberuntungan makanya aku bisa mendapatkan beasiswa itu. Aku membuka
pintu rumahku lalu melihat sekeliling. Keadaan rumahku yang tadi ku tinggalkan
sedikit berantakan. Namun sekarang, rumahku menjadi lebih rapih. Aku
memanggil-manggil nama Jungkook namun tak ada sahutan darinya. Dia sudah pergi,
batinku. Ada rasa kecewa yang menyergap dalam hatiku. Aku berjalan menuju dapur
dan aku melihat note tertempel di pintu kulkas.
Maaf telah membuat kakimu terluka. Terima kasih untuk mie,
minum, dan tumpangannya. Terima kasih juga kau telah menjadi fansku. Kau pasti
kaget begitu melihatku kan? Kau juga pasti ingin sekali memelukku dan berfoto
dengan ku seperti fans lain kan? Haha! Mungkin aku terlalu percaya diri, tetapi
aku yakin kalau itu benar!
Maaf, aku tidak bisa mengabulkan permintaanmu itu. Kita akan
segera bertemu kembali setelah masalahku selesai. Tolong jangan kau beritahu
siapa pun tentang ini. Aku ada sedikit masalah dengan keluargaku dan juga
manajemenku. Itu sebabnya BTS belum juga comeback. Hanya itu yang dapat ku beri
tahu padamu. Aku percaya padamu. Terima kasih, Wina-ssi.
Salam Jeon Jung Kook, idolamu.
"Ishh! Dia ada
masalah keluarga dan manajemennya? Masalah apa hingga dia kabur?" gumamku.
"Ah bodolah! Lebih baik aku tidur!"
~~~~
"Wina, maaf,"
ujar direktur utama kampusku, Kim Seok Boom.
"Ada apa
pak?" tanyaku dengan jantung yang berdegub kencang. Aku tidak tahu mengapa
aku dipanggil secara tiba-tiba seperti ini. Apa karena aku membolos kemarin? Ah
rasanya tidak. Bukan itu.
"Dengan berat dan
dengan hormat, aku mencabut beasiswamu. Maaf." ujar Kim Seok Shin dengan berat
hati. Aku tersentak kaget.
"Kau tahu Jeon
Jung Shik?" Aku mengangguk kuat. Rasanya, aku pernah mendengar nama itu.
"Jeon Jung Shik
adalah donatur terbesar di kampus ini. Dia yang meminta pihak kamus untuk
memutus beasiswamu karena kau telah membantu anaknya bersembunyi di
rumahmu." Aku benar-benar terkejut. Aku tidak menyangka jika hal itu
membuatku kehilangan beasiswaku.
Dengan
kesal dan juga marah, aku mendatangi kantor Big Hit Entertaiment. Dimana Big
Hit Entertaument adalah kantor manajemen yang menaungi BTS dan pastinya
Jungkook. Aku bertanya kepada staf yang berjaga, dia bilang Jungkook tidak ada
di sini. Sudah dua hari yang lalu Jungkook menghilang. Aku mendengus kasar dan duduk
di bangku yang ada di depan kantor itu. Kakiku memang sudah tidak sakit lagi,
namun berganti menjadi hatiku yang sakit. Aku beranjak berdiri dari dudukku
begitu melihat seseorang keluar dari mobil dengan penjagaan ketat oleh
pengawal. Seseorang itu melihat kearahku. Jeon Jung Kook. Dengan cepat aku
menghampirinya. Refleks, aku menamparnya begitu sampai dihadapannya.
"Bagaimana bisa
ayahmu mencabut beasiswaku?! Aku tidak terlibat dengan masalahmu! Aku juga
tidak ingin terlibat!" pekikku. Jungkook mengusap pipi kirinya yang aku
tampar tadi. Pengawalnya diam saja tak beraksi. Sesaat kemudian, keluar seorang
laki-laki paruh baya. Itu adalah Jeon Jung Shik, ayah Jeon Jung Kook.
"Kau yang bernama
Wina? Jika kau tidak ingin beasiswamu dicabut maka kau jangan pernah mencampuri
urusan Jungkook!" katanya penuh tatapan mengintimidasiku.
"Aku tidak pernah
mencampuri urusan anakmu, Tuan!" ujarku geram. Jeon Jung Shik berdecih.
"Karena kau sudah
membantu Jungkook bersembunyi itu sama saja kau mencampuri urusanku. Bawa dia
masuk!" titah Jeon Jung Shik. Jungkook hanya menatapku dengan sorot mata
seolah berkata "maaf".
"Maaf. Tolong
maafkan Jungkook. Dia tidak bermaksud membuatmu terlibat." ujar seseorang
dari belakangku. Aku menoleh ke sumber suara. Park Ji Min. Salah satu member
BTS.
“Bisa
kau jelaskan apa yang terjadi?! Aku tidak tahu apa-apa dan beasiswaku malah
dicabut karena masalahnya! Aku kan tidak terlibat!” kataku kesal. Jimin
mengajakku untuk pergi ke caffe tidak jauh dari kantor manajemennya.
Jimin
menjelaskan semua permasalahan Jungkook padaku tanpa satu pun yang terlewatkan.
Aku merasa kasihan terhadap Jungkook. Tetapi, aku juga tidak terima jika
beasiswaku dicabut begitu saja karena alasan aku membantu Jungkook. Tidak masuk
akal.
Jungkook
ingin bertahan di BTS dan menolak untuk meneruskan mengelola perusahaan ayahnya
membuat ayahnya marah dan terus menerus memaksa Jungkook pulang ke rumah dan
belajar tentang perusahaan. Tetapi Jungkook tidak pernah mau dan selalu
berhasil kabur dari kejaran cecunguk ayahnya. Hari ketika Jungkook bertemu
denganku, ia sedang di kejar oleh cecunguk ayahnya. Tanpa diketahui Jungkook,
cecunguk itu ternyata mengikutiku dan Jungkook. Barulah ketika aku tidak berada
di rumah, Jungkook di jemput paksa.
“Jungkook menceritakannya padaku semalam. Semalaman
penuh setelah aku berbicara dengan Jungkook, Jungkook membuat tawaran kepada
ayahnya. Itu sebabnya ayahnya ke kantor hari ini.” Jimin menyeruput minumannya.
“Terima kasih karena telah membantu Jungkook dan menutup rapat tentang ini.
Setelah bertemu denganmu, Jungkook benar-benar menemukan jalan keluar. Ia
memiliki alasan kuat mengapa ia memilih bertahan di BTS. Maaf karenanya kau
kehilangan beasiswamu.” imbuhnya merasa bersalah.
Terjawab
semua pertanyaan di hatiku yang sedari tadi bertanya-tanya. Aku malah lupa jika
beasiswaku sudah dicabut dengan seenaknya. Yang aku pikirkan sekarang adalah
Jungkook. Jungkook membuat penawaran kepada ayahnya bahwa ia akan tetap berada
di BTS sambil mempelajari tentang perusahaannya dan mengambil alih perusahaan
tanpa keluar dari BTS. Ia akan mengatur semua jadwalnya agar keduanya bisa
berjalan dengan baik. Dan ia memerlukan beberapa member BTS untuk ikut
mengurusi perusahaannya. Ayahnya akhirnya menyetujui dan membicarakannya kepada
manajemen dengan cara kekeluargaan. Ayahnya tidak jadi menggugat Big Hit
Entertaiment karena jika itu terjadi, semua permasalahan akan tersebar
mencemarkan nama dari kedua belah pihak.
~~~~
Aku
melongo ketika pintu kamar ku buka. Sedikit terkejut. Aku segera menuju kamar
tidurku dengan berlari kecil.
“Jeon
Jung Kook-ssi!” pekikku dengan mata terkejut mendapati beberapa orang di dalam
kamarku. “Apa yang kalian lakukan?!”
Saat
itu, Jungkook sedang menulis sesuatu di poster yang tertempel di dinding kamar.
Begitupun teman-temannya yang aku yakin itu adalah BTS. Jungkook menghampiriku,
sedangkan teman-temannya masih dalam posisi membelakangiku sibuk menulis tanda
tangan mereka di foto dan poster.
“Haaa!
Ku rasa surprise ini gagal, hyung!”
Jungkook menatapku dengan pasrah.
Aku
hendak mengeluarkan suara namun tiba-tiba saja semua member BTS bernyanyi.
Mereka menyanyikan salah satu lagu dari album mereka. Aku sungguh terkejut
hingga tak sadar aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Semua member BTS
mengurungku dengan aku dan Jungkook berada di tengah. Ruangan kamarku cukup
luas, jadi mereka bisa dengan mudah membuat lingkaran kecil dan mengurungku.
Jungkook
memegang bahuku. “Maaf karena membuatmu kehilangan beasiswamu. Aku yang akan
membiayai kuliahmu. Kau tidak perlu bekerja paruh waktu, fokus saja pada
kuliahmu. Aku sangat berterima kasih karena kau, aku jadi bisa mendapatkan
solusi. Kau adalah kekuatanku.” Aku menatap dalam matanya mencari kebohongan di
dalam matanya namun tidak ku temukan kebohongan meski secuil.
Aku
mengeryit. “Ke...kuatan...mu?”
“Ya.
Kau, fans!” Ada sakit yang menghujam jantungku ketika Jungkook menyebutku fans.
Ah! Aku kan memang fansnya! Umpatku.
“Setelah
melihat kamarmu yang penuh BTS dan aku, aku semakin yakin dengan alasanku
memilih bertahan di BTS. Karena aku tidak mau mengecewakan fansku. Tanpa fans,
aku tidak mungkin menjadi seperti ini. Dikenal oleh semua orang dan di dunia.
Jika aku keluar dari BTS, itu akan menyakiti hati para fansku yang telah
mendukungku.” Tukasnya.
Mendengar
kata 'fans' dari mulutnya membuatku hatiku teriris. Aku menahan sesuatu di
pelupuk mataku agar tidak jatuh ke pipiku. Aku pun tidak mencoba membuka
mulutku. Otak dan mulutku tiba-tiba saja berhenti berfungsi. Keduanya tidak mau
bekerja. Otakku sulit berpikir. Mulutku juga sulit terbuka. Aku kelu.
“Kau
juga salah satu yang menguatkan alasanku bertahan di BTS. Kau tahu cinta
pandangan pertama? Aku pikir, aku mencintaimu sejak malam itu. Sejak kali
pertama kita bertemu.” Air mata yang sejak tadi ku tahan lolos begitu saja
keluar dari zonanya.
Aku
hendak menghapus air mata menggunakan tangan kiri ku namun tangan Jungkook
menahan tanganku. Jungkook menangkupkan satu tangannya yang bebas di pipi
kananku. Dihapusnya air mataku yang mengalir menggunakan ibu jarinya. Begitupun
pipi kiriku. Jantungku berdetak lebih cepat. Darahku mengalir deras. Keringat
dingin mulai menjalar dalam tubuhku. Sesaat kemudian, ia memelukku. Tanpa ragu,
aku membalas pelukannya.
“Jadilah
kekuatanku mulai sekarang. Kau milikku. Kau punyaku. Kau kekuatanku. Aku
mencintaimu, Wina-ya.” pintanya dengan suara lembut. Tanpa berpikir panjang,
aku mengangguk pelan. Semua member BTS, Nam Joon, Jin, Hoseok, Yonggi, Jimin,
dan Taehyung bersorak riang. Aku tidak menyangka memiliki akhir seperti ini.
Meski aku sangat terkejut dengan pencabutan beasiswaku, tetapi ini lebih
mengejutkan. Menjadi kekasih dari salah satu penyanyi terkenal di dunia.
Terlebih Jungkook adalah idolaku.
TAMAT-
DONT COPY PASTE tanpa meminta izin. gomawoyo~