cerpen
special untuk my sister, Adzka.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Secarik surat
Hari ini adalah hari terakhir siswa
kelas 12 bersekolah di SMA Lamford. Ya, hari ke tiga mengikuti ujian nasional.
Aku berjalan menuju anak tangga dengan langkah riang. Langkah ku terhenti
ketika melihat seseorang sedang asik berbincang dengan teman-temannya. Ah! Aku
benci orang itu! sudah mempermalukan ku! Aku mempercepat kaki ku menaiki anak
tangga satu persatu menuju ruang kelas yang aku tempati selama ujian nasional
berlangsung.
“Huh!” desah ku sambil melihat jam arlojinya
di tangan kiri. “Masih lima belas menit lagi. Baca-baca dulu kali ya?” kata ku
sambil melangkahkan kaki ke tempat duduk ku.
“Tumben datengnya pagian? Ada apa nih?” Tanya
Dona, sahabat ku. Kami sudah bersahabat saat masuk ke sekolah ini. Dan kami
selalu satu kelas.
“Eh enggak, mau dateng pagi aja. Kan hari terakhir
harus semangat!” ujar ku. Aku lebih sering datang lima menit sebelum bel
berbunyi. Entah mengapa selalu seperti itu. Mungkin sudah takdirnya?
“Oia Ka, tadi lo dicariin sama Sandy.” Ujar
Dona membuat ku sedikit tersentak.
“Sandy mana?” tanyaku pura-pura tidak tau.
Sebenarnya aku tau, Sandy yang di maksud Dona.
“Sandy anak IPS 2 lah siapa lagi.”
“Paling juga mau malu-maluin gue lagi Don.”
Ucapku lirih.
“Hmm.. Sorry ya Ka, kalo bukan karna tantangan
dari gue, lo gak bakalan malu kaya waktu itu. Lagian Sandy kok tega banget ya?”
Dona merasa bersalah.
“Gak apa-apa. Yang lalu biar aja berlalu.”
Ujarku tenang.
Bel berbunyi. Dona kembali ketempat duduknya.
Aku mengeluarkan alat tulis ku untuk digunakan ketika ujian dimulai.
~~~
Pagi
ini langkah ku sangat malas untuk pergi ke sekolah. Pasalnya, hari ini aku harus
menepati janji ku untuk melaksanakan tantangan yang diberikan oleh Dona. Perasaan
ku berdebar tak menentu. Aku sibuk membayangkan bagaimana reaksi Sandy nanti.
“Gimana Ka udah buat surat nya?” tanya Dona
yang tak sabar ingin membaca surat ku.
“Udah.” Jawabku singkat.
“Mana? Liat dong?!” ujar Dona semangat.
“Janganlah. Malu. Lagi pula beneran kok surat
gue yang tulis dan udah gue jabarin gimana perasaan gue ke dia.” Kataku pasrah.
“Nih! Nanti lo yang kasih ya.” Dona mengangguk.
Surat dibuat oleh ku untuk Sandy. Cowok yang
ku sayangi selama ini. Sebenarnya aku tak berani kalo harus memberinya surat.
Terlebih isi surat itu adalah ungkapan perasaan ku terhadap cowok itu. Tapi ini
adalah tantangan. Dan tantangan harus dilakukan apapun resikonya bagi ku.
Kemarin, aku bermain dengan teman-teman kelas
ku, termasuk Dona. Permainan ini namanya sambung kata, dan yang kalah harus
memilih Turth or Dare. Kejujuran atau tantangan. Aku kalah, dan aku memilih
tantangan. Tantangan itu diberikan oleh Dona. Dona menantangnya untuk menulis
surat untuk Sandy, dan isinya adalah ungkapan perasaan. Tantangan yang konyol!
Awalnya aku menolak. Setelah berpikir lama, aku pun mengiyakan.
~~~
Siang
ini matahari megumpat dibalik awan. Mendung. Aku dan Dona merapihkan alat-alat
tulis dan bersiap pulang kerumah. Setelah selesai, aku dan Dona bergegas meninggalkan
kelas.
“Itu dibawah ada apa sih? Kok rame bener ya?”
kata Dona sambil melongok ke bawah.
Aku mengangkat pundak. “Gak tau. Samperin aja
deh.”
Setelah sampai di lapangan, terdengar samar
seseorang sedang berteriak dengan lantang. Dengan cepat aku dan Dona menyeruak
dikerumunan siswa-siswa. Dan ternyata..........
Ku coba temukan
kata saat kau lewat dihadapan ku
Kata-kata yang tak mampu ku jelaskan
Mata ini selalu terpikat
Rasa ini sungguh begitu sulit untuk
diartikan
Kau telah mencuri hati ku
Kau tak pernah tau
Aku disini selalu memperhatikan mu
Kau tak ingin tau
Seberapa besar perasaan ku terhadap
mu
AKU CINTA KAMU,
SANDY
Adzka, IPA 2.
JLEB!!
Aku dan Dona ternganga mendengar suara
Sandy yang begitu lantang membacakan secarik surat. Aku tersentak tak percaya
ketika dia menyebut namanya. Semua mata tertuju pada ku. Ah! Itu surat yang
Dona berikan tadi pagi! Sumpah ini kejadian gila! Memalukan! Aku melihat Sandy
sedang tersenyum puas ditengah lapangan. Dona menarik tangan Adzka pergi meninggalkan
lapangan. Aku menangis malu.
“Sorry ya Ka, gue gak tau kalo kejadiannya
kaya gini.” Ujar Dona merasa bersalah.
“Gue malu! Sekarang satu sekolah tau kalo gue
suka sama Sandy! Kaya cewek gak bener ngasih surat ke cowok!” kata ku marah.
Sekarang, satu sekolah tau. Aku suka Sandy. Dan mungkin aku bakal dicap cewek
murahan yang dengan gampangnya memberikan seorang cowok surat dan mengungkapkan
perasaan. Dona berlari menuju lapangan meninggalkan ku di pos satpam depan
sekolah.
Dona mencari Sandy di lapangan. Namun lapangan
sudah tampak sepi. Gak ada yang bergerumul seperti tadi. Mata dona menangkap
seseorang yang sedang tertawa bersama temannya.
“Sandy!” panggil Dona dan menghampiri Sandy.
“keterlaluan lo! Ngapain sih lo umbar surat
dari Adzka? Lo tuh udah bikin malu! Sekrang dia nangis tuh gara-gara lo! Bikin
orang drop aja! Udah tau mau ujian nasional! Bego!” cerocos Dina. Sandy hanya
tersenyum simpul.
“bukan urusan gue.” Ujarnya dingin. Dona
mendengus kesal.
~~~
Bel berbunyi lantang. Pelajaran ujian nasional
yang terakhir. Semua murid-murid berhamburan keluar kelas. Aku berteriak riang.
“Akhirnya selesai juga! Wohooo bisa refresing
nih!” kataku dengan lantang.
Dona menghampiri ku. “Seneng amat Ka.”
“Iya dong seneng! Tinggal nunggu hasil nih. Eh
kita bakalan pisah dong ya?” ujar ku memelas.
“Hmm.. kayanya enggak! Gue mau kuliah di
kampus yang sama kaya lo aja ah!”
“Lo serius?” tanyaku tak percaya. Dona
mengangguk keras.
Aku dan Dona berjalan menuruni tangga.
“Adzka!” panggil seseorang dari koridor.
Aku menoleh. Deg! Sandy memanggil ku!
“Siapa Ka?” tanya Dona yang bingung melihat
ekspresi muka ku.
“Sa.. Sandy..” ucap ku gugup.
Aku tercekat. Tak sempat melarikan diri, kini
Sandy berada tepat dihadapan ku.
“Don, boleh tinggalin gue sama Adzka berdua
gak?” tanyanya.
Dona menoleh kearah ku. Aku memberikan
intruksi dengan menggelengkan kepala pelan.
“Lo tunggu di depan deh. Gue mau ngomong
sebentar sama Adzka. Gue janji gak bakal bikin dia malu lagi kok.” Ujar Sandy
berjanji.
Aku pasrah. Dona meninggalkan ku dan Sandy.
Jantung ku berdegub kencang. Keringat dingin menjalar ditubuh ku. Entah apa
yang akan dilakukan cowok yang ku sayang ini. Ah! Sumpah aku senang sekaligus
takut! Aku menggigit bibirku. Sandy terdiam.
“Adzka. Sebelumnya sorry ya.” Ujarnya memecah
keheningan. “Sorry , gue nyesel udah bikin lo malu. Bikin lo nangis.” Ucapnya
lirih merasa bersalah.
Aku terdiam. Penyesalan emang selalu datang
terakhir!
“Jawab dong Ka.” Ujarnya lagi. “Lo marah ya?”
tanya Sandy.
Aku mendengus kasar. Kali ini akan ku jawab
pertanyaannya. “Buat apa gue marah? Gak perlu lo nyesel. Gak usah merasa
bersalah. Semua udah terlanjur. Mau lo guling-guling di lapangan pun gak akan
bisa hapus kejadian itu.” Kata ku dingin.
Sandy mendekat. Aku mundur satu langkah.
Sandy menghela napasnya. “Gue emang gak suka
sama lo. Dan gue sadar apa yang gue lakuin itu keterlaluan.” Ujarnya. “Kita
bisa kan jadi temen?” tanyanya serius.
Aku tercekat mendengar ucapannya. Diluar
dugaan! Aku senang, tetapi...
“Buat apa? Itu Cuma bikin gue tambah sayang
dan berharap sama lo!” ujarku kasar. Aku melangkahkan kakiku meninggalkan
Sandy. Namun, tangannya mencekal tangan kiri ku.
“Kalo gitu, ajarin gue buat sayang sama lo.”
“Please, gue mau pulang.” Ucapku lirih.
“Gue gak akan lepasin lo sebelum lo mau ajarin
gue buat sayang sama lo.” Paksa Sandy yang makin mengencangkan cengramannya.
Aku menghirup napasku dalam-dalam dan
menghembuskannya pelan.
“Kita temenan aja.” Ujar ku pelan. Nyaris tak
terdengar.
Sandy melepaskan cengkramannya dan
mendekatiku. “Bisa lo ulang omongan lo barusan?”
“Kita temenan. Permisi!” ulang ku dan segera
melenggang pergi. Aku pikir Sandy telah puas mendengar jawaban dari ku, tapu
ternyata... ia malah mengejarku dan memelukku dari belakang. Aku hanya bisa
terdiam dalam pelukan ini. “Mungkin akan lebih indah jika aku dan Sandy
bersahabat. Yap! Semoga saja!” Ujar ku dalam hati.