Sabtu, 23 Agustus 2014

Takut, luka dan sakit


Takut.
Takut untuk mencinta
Takut untuk disakiti
Berani mencinta
Berani untuk terima semua resiko yang ada didalam cinta
Menyakiti atau disakiti

Aku, aku terlalu takut untuk mecinta.
Aku terlalu takut untuk disakiti.
Tapi belakangan ini, tanpa sadar aku telah jatuh cinta lagi.
Manis, membuat seulas senyum selalu terukir di wajahku.
Dan semangat ku begitu membara.
Sampai akhirnya,
Orang itu membuatku jatuh, jatuh kelubang yang sama seperti dulu.

Sekian lama aku melupakan semua rasa sakit ditinggal orang yang kita sayang.
Aku menangis karena cinta.
Banyak air mata yang telah ku keluarkan untuk yang namanya cinta.
Setelah aku bisa, dan terbebas dari rasa sakit,
Kini aku malah merasakannya lagi.


Lelaki masa lalu ku datang kembali.
Aku pun lupa atas apa yang telah diperbuat oleh lelaki masa lalu ku itu.
Aku telah melupakannya.
Melupakan semua hal terpahit yang dulu pernah ia lakukan.
Dan sekarang, lelaki di masa lalu ku telah membuat ku jatuh cinta kembali padanya.
Awalnya manis, tetapi lagi dan lagi berujung dengan kepahitan.

Lelaki masa lalu ku datang diwaktu yang tidak tepat.
Ia kembali dengan welcome’  yang amat sangat manis.
Aku tidak dapat membedakan tulus atau tidak.

Ia pernah memintaku untuk bertemu, dan aku mengabulkannya.
Ia pernah memintaku untuk tidak menjauh darinya, akupun mengabulkannya.
Ia memberi perlakuan yang istimewa kepadaku
Ia memberiku kasih sayang yang terlihat tulus.
Ia memberiku kenyamanan yang lebih. Lebih dari kenyamanan yang pernah ia berikan dulu.
Hingga pada akhirnya aku tau, lelaki masa lalu ku datang dengan membawa cintanya yang lain.

Akibat dari kebodohanku,
Luka yang dulu ia torehkan, sekarang ia kembali menorehkan luka diatas luka yang ternyata masih menganga lebar.

Ini memang salahku.
Disaat lelaki itu membutuhkan ku, aku malah mengabaikannya.
Tidak, aku tidak benar-benar mengabaikannya.
Aku hanya takut.
Takut ia kembali menyakitiku lagi.

Aku telah menyia-yiakannya dulu.
Aku terlambat.
Aku terlalu menyangkal, aku berbohong pada hati ku sendiri.
Aku tak mendengarkan mereka yang menyadariku.
Aku tolol!
Disaat aku telah menyadari dan ingin kembali mengukir kisah
Disaat itu lelaki masa laluku telah mempunyai pengantiku.
Ini memang kesalahan ku.


Lagi dan lagi,
Aku terjebak dengan yang namanya CINTA
Diantara banyaknya, rasa manis pahit asamnya sebuah cinta
Entah mengapa setiap aku berhadapan dengan manisnya cinta, selalu berakhir dengan pahitnya cinta.
Aku menangis lagi karena cinta.

Bukankah cinta itu seharusnya membuat bahagia?
Bukankah cinta itu indah?
Bukankah cinta membuat semuanya lebih dari sempurna? Meskipun tidak ada yang benar-benar sempurna?

Apa arti cinta bila aku dipertemukan oleh cinta tapi pada akhirnya aku harus tersakiti olehnya?
Apa mungkin aku tidak pantas memiliki cinta layaknya mereka yang berbahagia dengan seseorang yang mereka cintai?
Atau mungkin sudah menjadi takdir ku harus berada dalam kesendirian?
Dalam kesendirian yang membuat ku selalu terhimpit ruang waktu yang sepi.
Tidak ada tempat bersandar apa lagi tempat untuk berbagi suka dan duka.

Aku tidak mengerti bagaimana cinta yang sebenarnya.
Aku hanya tau,
Bahwa cinta sama dengan SAKIT!!!

Selasa, 24 Juni 2014

Cerpen Bodoh


special for my favorite writer
 @yASMINZAH

BODOH
~~~~~~~~~~~~~~~

“Aku udah bilang, dia Cuma te-men! Gak lebih!” ujar Yasmin yang menekankan kata ‘teman’ pada kekasihnya, Kevin. Ini adalah pertengkaran mereka yang kesekian kalinya. Entah yang keberapa.

“Kamu bilang temen? Gue bisa liat kalo itu cowok ada rasa sama lo!” ucap Kevin keras.

Yasmin bergeming menahan tangisnya agar tak tumpah. “Terserah kamu mau bilang apa! Aku udah jelasin semua nya. Apa perlu aku ulang? Aku Cuma temenan sama dia. Dan aku ketemu dia karna emang udah lama gak ketemu. Toh aku juga ketemuannya gak berdua, tapi sama temen-temen aku yang lain! Puas?!” tanya Yasmin yang tak sanggup menahan air matanya lagi.

Kevin terdiam.

“Mau dia ada rasa atau enggak, yang penting aku tetep sayang kamu! Bukan dia!” Yasmin bergegas masuk kedalam rumah namun Kevin menahan.

“Kenapa? Masih belum puas?” tanya Yasmin. Kevin tak menjawab. Ia mengulurkan tangannya dan merengkuh tubuh mungil Yasmin kedalam pelukannya.

“Maafin aku Yas, aku kaya gini karna aku terlalu takut kehilangan kamu.” Ujarnya lirih.

“Kamu udah berkali-kali minta maaf, beribu-ribu kali mengucapkan kata yang sama juga, tapi masih tetep kamu lakuin kesalahan kamu.”

“Iya, aku tau aku salah. Aku gak bisa nahan emosi aku. Maafin aku ya.” Pintanya. Yasmin hanya mengangguk dan melepaskan pelukkannya.

“Udah sore, kamu pulang gih.” Kata Yasmin sambil melihat arlojinya yang terpasang ditangan kirinya. “Udah jam lima, aku belum solat. Kamu pulang terus mandi ya. Nanti selesai mandi sms aku.” Lanjutnya.
****

                Setelah pertengkaran itu, seperti biasa, Kevin selalu menuruti apa yang Yasmin mau sebagai tanda permintaan maaf. Kevin memang orang yang ber-tempramental tinggi. Terkadang, amarahnya melebih ambang batas sampai Yasmin tak tau berbuat apa lagi. Yasmin terlalu cinta padanya. Hubungannya dengan Kevin memang sudah memakan waktu lama. Begitu sulit jika ia harus melepaskan kesayangannya yang tempramental ini.

                Apalah arti sebuah hubungan bila perbedaan itu tak pernah runtuh. Tembok tinggi menjulang dan kokoh selalu menghalangi mereka. Tak mudah untuk dilewati. Tak jarang pula mereka memperdebatkan soal perbedan. Pada akhirnya Yasmin lah yang selalu mengalah.
****

Malam ini Yasmin bersiap untuk pergi ke taman bersama Kevin. Seperti biasa, ia selalu tampil sederhana namun tetap cantik. Ia mengenakan longdress yang senada dengan jilbabnya yang berwarna hijau tosca.
Ddddddrrrrtttt~

From Kevin’s:
Aku udah di depan rumah kamu..

Setelah membaca pesan singkat dari Kevin, Yasmin bergegas keluar dari kamarnya dan menghampiri Kevin yang berada di depan rumahnya. Dilihat Kevin sedang duduk kursi depan rumahnya. Tidak ada yang special. Semua berjalan seperti biasa.

“Makan yuk. Aku laper nih.” Ujar Kevin saat tiba ditaman.

“Tapi aku belum laper Vin.” Desisnya.

“Yaudah, tunggu sebentar deh ya.”

“mau kemana?” tanya Yasmin bingung. Belum menjawab pertanyaan Yasmin, Kevin telah meninggalkannya.

Tak berapa lama kemudian, Kevin datang dengan membawa sebuah kotak yang cukup besar berwarna hijau tosca. Seperti warna pakaian yang ia pakai. Dengan penasaran Yasmin membuka tutup kotak tersebut.

“Widiihh bisa gemuk deh aku kalo makan coklat sebanyak ini!” ujar Yasmin sedikit mengerucutkan bibirnya. Kotak itu berisi empat buah es krim  merk ternama dan lima buah coklat yang juga memiliki merk ternama juga.

“Empat, tanggal jadian kita, lima, bulan jadian kita.” Kata Kevin. “Jangan cemberut gitu dong! Gak apa-apa gemuk yang penting kamu tetep aku sayang.”

Senyum Yasmin mengembang dan ia segera membuka bungkus salah satu es krim yang tadi diberikan oleh Kevin.

“Enak gak?” tanya Kevin.

“Enak dong! Apa lagi gratis!” seru Yasmin yang asik memakan es krim rasa coklat.
“Abis ini mau kemana?” tanya Yasmin.

“Kemana aja asal sama kamu.”

“Pulang aja gimana? Udah malem. Kasian juga kan kamunya nanti kemaleman.” Desis Yasmin.

“Oke.”

****


Siang ini terlihat mendung. Yasmin berjalan menuju halte yang ada didepan kampusnya. Tiba-tiba ada seorang pengendara motor berhenti tepat dihadapannya. Yasmin menghentikan langkahnya dan menatap sosok yang ada didepannya dengan tatap bingung. Si pengendara motor itu membuka kaca hitam penutup kepalanya sambil menoleh ke arah Yasmin yang terus memandang si pengendara motor itu.

“Yas?” panggil si pengendara motor itu. Yasmin masih terbengong menatap cowok itu.
“Yas? Woi?” sekali lagi cowok itu memanggil Yasmin tetapi masih tidak ada sahutan.
“Yasmin Zahiroh!” cowok itu menepuk pundak Yasmin dan membuka penutup kepalanya agar Yasmin tidak menatapnya seperti itu.

“Eh eh iya? Kenapaa?” ucap Yasmin gelagapan. “Loh? Ari?”

“Dari tadi gue didepan lo dan lo baru sadar sekarang? Kacau lo!” kesal Ari yang memasang wajah cool campur cemberut.

“Dih ngambek! Lagian lo tiba-tiba berehenti depan gue, udah gitu helm kaga dilepas. Gue kirain lo ninja modern yang modis gak pake kain buat nutupin muka!” tukas Yasmin sedikit tertawa.

“Emang gue ninja. Ninja di hati lo.” Yasmin berhenti tertawa. “Gue anter pulang ya?” tanya Ari.

“Itu pertanyaan apa pernyataan?” Tanya Yasmin balik.

Ari menghembuskan napasnya kasar. “Emm.. pernyataan sih. Mau gak mau lo harus mau gue anter pulang.” Jawab Ari

“Tapi gue nya gak mau tuh wleee.” Ledek Yasmin dengan menjulurkan lidahnya.

“Dih ngeledek! Buruan naik, mendung tuh. Kalo keujanan nanti lo sakit lagi.”

Dengan senyum mengembang dari ujung kiri ke ujung kanan, Yasmin segera menunggangi motor besar Ari dan dengan cepat motor Ari berbaur diantara kendaraan lain.


Sesampainya dirumah Yasmin hujan mengguyur bumi membasahi tanah dan semua yang ada didalamnya.

“Masuk dulu deh Ri, ujan.” Kata Yasmin kepada Ari mengajak untuk bersinggah dirumahnya karena hujan turun makin deras.

“Kalo boleh sih gue maunya masuk ke hati lo aja Yas.” Gombal Ari membuat pipi chuby Yasmi memerah.

“Apaan sih lo! Udah yuk masuk. Eh jangan didalem, diluar aja ya. Gak enak sama tetangga.”
****


Kevin merapihkan kemeja panelnya dan segera bergegas menuju keluar untuk melihat keadaan diluar. Hujan sudah berhenti rupanya. Kevin menghirup napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya perhalan.

“Jangan turun ujan lagi ya. Please.. Mau ngapelin Yasmin nih.” Ujarnya seolah berbincang pada langit.

Dengan semangat ia lajukan mobil hitamnya menuju rumah Yasmin.
****

“Yas, ujannya udah berhenti. Gue pulang dulu ya. Gak enak lama-lama mampir dirumah orang, cewek lagi.” Tukas Ari yang bersiap memakai jaket kulit hitamnya.

“Oh yaudah lo hati-hati dijalan ya.” Yasmin mengantar Ari menuju motor besar hitam Ari yang terparkir dihalaman rumah Yasmin.


Kevin menghentikan mobilnya tepat dibelakang motor Ari. Yasmin dan Ari menoleh ke mobil itu. Daaannnn...... Yasmin tercekat. Jantungnya berdegup kencang. Darahnya mendesir hebat. Entah apa yang akan terjadi jika yang ada didalam mobil itu adalah Kevin. Ah! Itu udah pasti Kevin! Ya Tuhan please jangan sampe Kevin bikin kacau! Ujar Yasmin dalam hatinya.

Harapan tinggallah sebuah harap yang melebur kencang bersama angin yang berhembus. Kevin keluar dari dalam mobilnya dengan wajah yang amat sangat tidak enak untuk dilihat. Kemarahan sudah tertanam didalamnya. Matanya menatap tajam Ari.

“Yasmin!” seru Kevin dengan kemarahan yang tertahan.

Yasmin mengalihkan pandangannya ke Ari dan menyuruhnya untuk segera pergi. “Ri, maaf ya, buruan sekarang lo pulang ya. Please. Sekarang juga lo pergi yaa.” Kata Yasmin dengan tatapan memohon. Ari mengangguk mengerti dan segera ia nyalakan mesin motornya dan melajukan motornya.

“A..Aku bisa jelasin kok Vin.” Ujar Yasmin menyembunyikan rasa paniknya. Kevin bersandar di badan mobilnya dengan kedua tangan terlipat didepan dada.

“Tadi waktu dijalan, aku ketemu Ari. Terus Ari nganterin aku pulang.” Kata Yasmin. “Sampe dirumah, ujan. Yaudah dia mampir dulu neduh dirumah aku. Kita gak ngapa-ngapain kok. Beneran!” lanjut Yasmin meyakinkan Kevin.

“Kita putus.” Kalimat itu terlontarkan oleh Kevin tanpa pikir panjang.

Yasmin terkejut. “Ken..Kenapa Vin? Aku udah jelasin semuanya ke kamu Vin.” Lirih Yasmin.

“Apa? Semua emang udah jelas! Tinggal perasaan lo ke dia yang belum lo jelasin ke gue!” ujar Kevin keras.

“Aku udah bilang Vin, kita gak ngapa-ngapain. Aku sama dia gak ada apa-apa. Aku gak ada rasa apapun ke dia Vin!”

Kevin berdecak. “Ucapan lo sama hati lo beda!” Kevin memasuki mobilnya dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.

Yasmin masuk kedalam rumahnya dan tangisnya pecah.
****


Malam begitu dingin menyelimuti tubuh Yasmin yang masih saja menangis dari tadi sore. Dilihatnya jam dinding tepat pukul setengah tujuh malam. Yasmin beranjak dari tempat tidurnya dan berdiri didepan cermin.

“Solat. Cuma solat yang bikin gue tenang.” Ujarnya.

Setelah solat, ia segera meraih ponselnya yang terletak dikasurnya. Di kontaknya Kevin. Beberapa kali sejak kejadian tadi, Kevin tidak mau mengangkat telfon darinya. Lagi dan lagi ia tidak berniat untuk mengangkat telfonya. Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Yasmin segera menutup telfonnya dan membukakan pintu.

“Ari? Ngapain malem-malem kesini Ri?” tanya Yasmin seolah tidak terjadi apa-apa padanya.

“Gue Cuma mau minta maaf Yas. Tadi pasti lo bertengkar ya sama Kevin? Pasti dia salah paham lagi?” tanya Kevin merasa bersalah.

“Em... duduk dulu deh Ri.” Yasmin menuntun Ari untuk duduk dikursi yang ada diteras rumahnya.

Yasmin mengatur posisi duduknya agar terlihat rileks. “Gak perlu dibahas Ri. Gak ada yang perlu dimaafin atau minta maaf juga. Gue udah gak ada hubungan apa-apa sama Kevin.” Lirihnya.

“Hah? Lo putus sama Kevin? Pasti gara-gara tadi ya? Gue minta maaf Yas. Sumpah gue gak bermaksud buat bikin hubungan lo rusak.”

“Enggak kok Ri. Eh iya, lo mau ngapain kesini?” tanya Yasmin berusaha mengalihkan pembicaraan.

“Oh iya, gue pengen kasih ini buat lo.” Ari memberikan sebuah kado besar berbentuk hati berwarna merah maroon.

Senyum yasmin mengembang seketika. “Apaan nih Ri? Ulang tahun gue kan udah lewat?”

“Gue tau, sorry ya gue telat nih. Eh tapi ini bukan kado.”

“Terus?” tanya Yasmin. “Boleh gue buka?”

Ari mengangguk. “Boleh.”

Yasmin membuka penutup kado itu dengan tak sabar. Dilihatnya beberapa alat solat tersusun rapih. Dikeluarkannya benda itu satu persatu.

“Al-Qur’an?” kata Yasmin bertanya-tanya. “Mukena? Sajadah?” Yasmin menatap wajah Ari yang tersenyum manis membentuk lesung pipi di kanan dan kirinya.

“Aku mau setiap solat kamu pake mukena itu. Jangan lupa juga dibaca Al-Qur’an nya.” Ujar Ari yang masih tersenyum manis. “Someday, aku mau jadi imam buat kamu.”

Yasmin terdiam. Spechless! Ia tak mampu mengucapkan apapun.

“Ini emang gak tepat banget Yas. Tapi aku mau kamu tau, kalo aku udah lama suka sama kamu.”

“Tapi aku baru putus sama Kevin.” Desis Yasmin.

“Aku tau. Aku ngerti. Yaudah aku pamit ya. Besok pagi aku harus balik ke Kuala Lumpur buat selesaiin kuliah aku. Aku boleh minta tolong?” tanya Ari pada Yasmin masih terdiam.

“Mau minta tolong apa?”

“Tolong pihara hati kamu untuk aku. Tungguin aku sampe aku balik lagi ke sini ya.”

“Pasti gue.. eh pasti aku tungguin kok.”

“Nanti kalo aku udah balik, kita solat berjamaah. Aku jadi imam kamu, kamu jadi ma’mum ku.” Ucap Ari tulus.

Sudah lama Ari menyukai gadis yang berada dihadapannya sekarang. Namun ia masih belum bisa untuk memiliki gadis ini sepenuhnya. Gadis yang ia cintai baru saja putus dari kekasihnya. Butuh waktu untuk melupakan semua kenangan Yasmin bersama Kevin.

Senyum Yasmin mengembang. Matanya berbinar. Wajahnya terlihat kekaguman yang amat sangat. Sudah lama ia menantikan seseorang yang akan menjadi imam untuknya. Berharap Kevin bisa menjadi imam, namun ia sadar akan keyakinan dirinya dengan keyakinan Kevin berbeda.

Tak lama kemudian, sebuah mobil besar berhenti didepan teras rumah Yasmin. Yasmin senang melihat siapa yang datang. Namun tidak sesenang tadi.

“Yas, aku mau kita balikan.” Kalimat pembuka yang dilontarkan Kevin untuk Yasmin. Yasmin memang mengharapkan ini, tetapi itu sebelum Ari datang dan menyembuhkan lukanya. Sekarang seuanya sudah terlanjur.

Yasmin mendekati Kevin. “Maaf Vin, aku gak bisa.” Lirihnya.

“Kenapa? Maafin aku Yas.”

“Aku gak bisa Vin. Kamu mutusin aku dengan gampangnya, dan sekarang kamu dateng seenaknya minta balikan? Maaf Vin, aku gak mau.” Ujar Yasmin.

“Yas, please maafin aku Yas. Aku bodoh banget udah mutusin kamu tadi sore. Aku sadar aku salah. Aku selalu emosian.” Ujar Kevin menyesal.

“Gak ada yang perlu disesalin lagi Vin. Kamu gak bodoh. Aku yang bodoh. Aku udah bodoh banget nerima kesalahan kamu terus-terusan. Ucapan kamu tadi sore udah gak bisa ditarik lagi Vin. Aku mau bangkit dari kebodohan itu Vin. Maaf. Kamu pulang ya, udah malem.” Tukas Yasmin dan bergegas meninggalkan Kevin.

“Yas, tapi Yas....”

Yasmin melenggang pergi dan menutup pintu rumah rapat-rapat.

“Ini yang terbaik buat aku dan kamu Vin. Aku gak bisa ngimamin diri aku sendiri. Aku butuh seorang imam yang bisa nuntun aku, yang sejalan dengan keyakinan aku. Maafin aku Vin..” ucap Yasmin yang menitikkan air matanya untuk orang yang sama.

-----END-----